loader image
Breaking News

Karena Uban Seorang Nasrani, Langit Menahan Matahari

Kadang, amal besar tak terlihat gemilang di mata manusia. Ia tersembunyi dalam langkah yang sabar, dalam hati yang ikhlas memuliakan sesama. Inilah kisah Sayyidina Ali karramallahu wajhah, yang karena memuliakan seorang tua beruban—meski berbeda iman—mendapat keutamaan yang bahkan menggerakkan malaikat dan menahan terbitnya matahari.

Menghormati yang Tua, Menggapai Ridha Allah

Pagi itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib bergegas menuju masjid untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah bersama Rasulullah ﷺ. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang laki-laki tua yang berjalan lambat di depannya. Sosok itu sudah renta, rambutnya memutih. Dengan penuh takzim, Ali memilih untuk tidak mendahuluinya. Ia menghormati laki-laki itu karena usianya, karena ubannya.

Ia tak tahu bahwa orang itu ternyata seorang Nasrani. Ia hanya melihat tanda-tanda ketuaan dan mengedepankan adab. Begitulah akhlak para sahabat Nabi: memuliakan manusia karena kemanusiaannya, bukan semata-mata karena identitasnya.

Waktu terus berjalan. Matahari hampir terbit. Ketika orang tua itu sampai di depan masjid dan tidak masuk ke dalamnya, barulah Sayyidina Ali menyadari bahwa ia bukan Muslim. Segera Ali melangkah masuk masjid. Dan, Subhanallah, ia mendapati Rasulullah ﷺ masih dalam posisi rukuk yang lama.

Setelah shalat, ia bertanya,
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau memperpanjang rukuk hari ini?”

Nabi ﷺ menjawab,
“Ketika aku rukuk dan hendak bangkit, tiba-tiba Jibril datang dan meletakkan sayapnya di punggungku, menahanku agar tidak bangkit. Setelah itu, barulah aku bangkit dari rukuk.”

Rasulullah ﷺ tidak mengetahui alasannya hingga Jibril kembali dan berkata,
“Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali sedang bergegas untuk berjamaah. Namun ia menahan langkahnya karena melihat orang tua Nasrani yang berjalan pelan. Ia memuliakannya karena ubannya. Maka Allah memerintahkanku untuk menahanmu dalam rukuk, agar Ali sempat mendapati rakaat Subuh bersamamu. Bahkan Allah memerintahkan Mikail untuk menahan terbitnya matahari demi Ali.”

Jalan Sunyi yang Dihargai Langit

Betapa agungnya akhlak Sayyidina Ali. Ia tidak menanyakan agama orang tua itu. Ia hanya melihat nilai kemanusiaan dan usia yang patut dihormati. Sikap ini selaras dengan firman Allah:

“…Namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…”
(QS. Luqman: 15)

Dan sabda Rasulullah ﷺ:

“Bukan bagian dari kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak memuliakan orang tua.”
(HR. Tirmidzi)

Kisah ini menjadi pengingat bahwa adab kepada sesama, bahkan kepada yang berbeda iman, tetap memiliki nilai agung di sisi Allah. Bahkan, Allah menghadiahkan sesuatu yang luar biasa: menahan matahari demi orang yang menjunjung tinggi adab.

Jangan Remehkan Amal Kecil

Kita kerap berpikir bahwa amal besar harus megah: shalat malam, sedekah jutaan, atau puasa berhari-hari. Padahal, satu langkah kecil yang tulus bisa menggetarkan langit.

Memuliakan yang tua. Menghargai yang lemah. Menjaga adab, bahkan di jalan. Terkadang, itulah yang membuat kita dicintai oleh Allah, lebih dari amal-amal besar yang diliputi riya’.

“Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil karena riya’nya.”
(Perkataan ulama salaf)

Semoga kisah ini menjadi pelita dalam hati kita. Bahwa Islam bukan sekadar tentang hukum, tapi juga tentang hati yang lembut, akhlak yang luhur, dan adab yang menyejukkan dunia.

About Redaksi Sirbin

Check Also

Seorang Pendosa yang Selamat Berkat Tauhidnya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, …

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sirojut Tholibin

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca