“Apa yang kalian lakukan? Ini adalah tamuku! Bukankah tugas kalian adalah menerima tamu?”
Al -Habib Abu Bakr bin Salim adalah salah seorang ulama’ yang menjadi imamnya para ulama’ di zamannya. Beliau adalah salah satu diantara Waliyullah ternama yang tak jarang mengeluarkan karamahnya hingga sesuatu yang tidak biasa sudah menjadi kebiasaan baginya. Hal inilah yang disampaikan oleh Al-’arif billah Al-Habib Umar bin Salim bin Hafidz.
Setiap harinya, beliau selalu menyediakan 1000 potong roti sebagai persediaan tamu yang datang. Memang, setiap hari tamu yang datang mungkin bisa lebih dari jumlah yang telah ditentukan.
Suatu hari, saat tamu dari penjuru kota bahkan dunia datang untuk meminta doa dan bertabarrukan kepada beliau. Di tengah kerumunan tamu yang banyak ini, datanglah seorang nenek tua dengan membawa bungkusan kecil berisi roti.
Para penjaga kediaman Habib Abu Bakr merasa kurang senang dengan kehadiran nenek tua ini. Kerumunan tamu yang datang dari penjuru kota ini bukanlah orang orang biasa. Mereka adalah orang-orang penting yang datang untuk meminta petunjuk mengenai suatu masalah. Dan kedatangan nenek tua ini hanya akan menggaggu suasana di dalam.
Si nenek yang sudah memiliki niat sangat kuat dari rumah tak ingin diam saja. Ia terus memaksa untuk diperbolehkan masuk apapun alasannya. Perdebatan diantara dua kubu tak dapat dihindari. Dengan penuh rasa terpaksa, para penjaga mengusir nenek tua tadi dengan gertakan yang sedikit kasar.
Mendengar kericuhan tersebut, Habib Abu Bakr segera keluar dan melihat apa yang tengah terjadi. Setelah mengetahui apa yang terjadi, wajah beliau langsung memerah. Raut muka beliaupun berubah. Dengan langkah yang cukup cepat, beliau menghampiri para penjaga dan berkata “Apa yang kalian lakukan? Ini adalah tamuku! Bukankah tugas kalian adalah menerima tamu?”
Para petugas tadi terdiam seribu bahasa.Kini mereka berada di posisi yang paling salah sepanjang hidup. Kepala mereka menunduk tanda malu.
Setelah memberikan nasehat kepada para petugasnya, ia kemudian membalikkan badan dan menyapa si nenek. Raut wajah beliau kini telah berubah derastis. Pancaran sinar wajah itu kini mencuat lagi. Dengan nada yang paling lembut beliau berkata “Wahai hamba Allah! Dengan tujuan apa anda datang kemari?”. Si nenek tadi juga membalas senyum Habib Abu Bakr seraya berkata “Ini, saya mau menghantarkan kue yang saya buat sendiri untuk Habib”.
Dengan sigap Habib Abu Bakr berkata “Benarkah? Aku sangat menyukai kue. Bolehkah kumakan sekarang?”. Alangkah bahagianya si nenek mendengar perkataan Habib. Ia segera mengeluarkan kue yang sudah disiapkannya sejak lama. Namun sayang, kue yang dibuatnya kini telah basi. Mengetahui hal ini, untuk menjaga perasaan sang tamu, Habib Abu Bakr segera mengambil roti tersebut dan memakannya di hadapan si nenek dengan senyuman dan pujian.
(Muhammad Alwi Maulida)
Kisah di atas diceritakan oleh Al ‘Arif Billah Al Habib Umar bin Salim bin Hafidz