Mohon maaf Imam, ternyata tetangga Tuan tersangkut masalah dengan pemerintah
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetanggamu”.
Dikisahkan suatu hari, ketika Abu Hanifah sedang mengaji bersama santrinya, tiba-tiba terdengar suara yang mengiringi pengajian tersebut. Namun, suara yang dihasilkan tersebut sangat berlawanan sekali dengan halaqoh milik Imam Abu Hanifah ini.
Ya, suara tersebut adalah suara musik yang dibunyikan dengan sangat keras. Dan setelah ditelisik, suara tersebut berasal dari salah satu rumah tetangga Abu Hanifah. Tapi anehnya Imam Abu Hanifah ini tidak merasa tersinggung dengan suara tersebut, dan tetap melanjutkan pengajianya.
Kejadian itu pun terus berlanjut, dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Sampai suatu ketika, ditengah kesibukanya Abu Hanifah mengaji, Ia merasa ada yang mengganjal di hatinya. “Seperti ada yang kurang ya, tapi apa ya?” gumam Abu Hanifah dalam hati. Setelah itu ia pun tersadar, ternyata yang mengganjal adalah ia tak mendengar lagi suara dendangan musik dari tetangganya. Lalu Abu Hanifah mengutus seorang santrinya untuk menjenguk tetangganya tersebut. Sang santri pun melaksanakan apa yang dititahkan gurunya tersebut.
Ketika santri itu kembali, ia mengutarakan kabar tentang tetangganya Abu Hanifah tersebut.
“Mohon maaf Imam, ternyata tetangga Tuan tersangkut masalah dengan pemerintah, dan tadi telah dibawa ke istana”. Ujar sang santri. Seketika itu Abu Hanifah langsung menghentikan pengajianya dan mengajak santri itu pergi ke istana, padahal pada saat itu waktu sudah malam.
Sesampainya di istana, Abu Hanifah pun mengetuk gerbang istana dan mengutarakan maksudnya untuk bertemu sang Raja. Setelah berada dihadapan Raja, Raja pun berkata”Ada apa wahai Imam, malam-malam kesini. Padahal sudah beberapa kali Saya mengundang Anda ke istana, tapi Anda tidak berkenan. Nah ini kok malam-malam kesini, ada perlu apa?”.
“Mohon maaf sebelumnya, saya kesini hanya mau memastikan, apakah Anda tadi siang menangkap seseorang?” Tutur Abu Hanifah. “Ya, tadi siang pasukan kami menangkap seseorang yang diduga melakukan tindakan makar terhadap pemerintah.” Jawab sang Raja. ”Mohon maaf itu tetangga saya, mohon diselidiki lagi, mungkin Anda salah tangkap”. Kata sang imam.
Setelah diselidiki ulang, benar saja, ternyata tetangganya Abu Hanifah tersebut tidak bersalah, dan langsung dilepaskan, namun ia tak tahu siapa yang membebaskanya. ia pun termenung dan bergumam dalam hatinya, “siapa yang mampu mengeluarkanku dari penjara secepat ini. Pasti ia memiliki kekuasaan juga kepada pemerintah.”
Ditengah lamunanya tersebut ia meihat sosok yang tak asing, dan benar saja itu adalah Imam Abu Hanifah yang baru saja keluar dari istana. “Pasti yang mengeluarkanku adalah Beliau” pikirnya. Ia pun menghampiri Imam Abu Hanifah tersebut, namun betapa terkejutnya ia ternyata sang Imam tengah menyanyikan lagu yang biasanya ia mainkan. Seketika itu ia merasa malu dan ia teringat bahwa ia selalu mendendangkan lagu tersebut ditengah pengajian Imam Abu Hanifah.
Ia pun menangis, malu sekaligus merasa bersalah. ”Maafkan saya wahai Imam. Saya merasa bersalah dan malu atas semua kelakuanku. Saya ingin bertaubat dan menjadi santrimu.” Ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Abu Hanifah hanya tersenyum dan memeluk tetangganya tersebut.[]
oleh Ziyad Mubarok
Disampaikan oleh Ustadz Muhammad Hamim
Dalam pengajian kitab Taisirul Kholaq