Pada tahun 1984 M, Habib Umar bin Ahmad Al-Muthohar, Semarang sedang mengikuti KKN di kecamatan Kedungjati, salah satu kecamatan di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Kala itu, Habib Umar mendapat cerita dari masyarakat setempat yang menyatakan bahwa di Brabo, desa yang masih sekecamatan dengan tempat di mana Habib Umar mengikuti kegiatan purna mahasiswa itu, terdapat ulama sepuh yang alim, sholih.
Sebagaimana biasa, Habib Umar ketika mendengar kisah orang seperti demikian, ia mempunyai keinginan kuat ingin sowan galap berkah serta doa-doa kiai tersebut. Dan ia pun datang ke kediaman Kiai Syamsuri Dahlan beserta satu teman lain bernama Ir. Budi (kini Staf Wali Kota Semarang).
Sampai di ndalem Kiai Syamsuri, Habib Umar mendapati piantun sepuh itu sedang duduk siang, santai di atas kursi besar dan lebar, khas mebel kuno dengan memakai baju putih tanpa dikancingkan di bagian dada.
Habib Umar menyapa, mengucap salam “Assalamualaikum….”.
Melihat ada tamu datang, Kiai Syamsuri segera tergopoh berdiri, menatap tepat menuju pintu di mana Habib ini berdiri, seraya menyambut dengan kalimat hangat
“Waalaikumussalam….. Monggo, monggo… Ndhoro Sayyid. Monggo Ndhoro Sayyid”, Silahkan masuk, Tuan. Silahkan masuk.
Sejurus kemudian Kiai Syamsuri masuk ke dalam ruangan dalam rumah, berganti baju yang lebih layak untuk hurmat tamu.
Parasaan heran dan tanda tanya besar menyelimuti hati Habib Umar yang masih terlalu muda dan belum banyak dikenal khalayak seperti sekarang ini, “Bagaimana bisa, Kiai Syamsuri mengenali saya sebagai keturunan Nabi SAW (sayyid/habib) sedangkan Kiai Syamsuri sendiri belum pernah sekalipun bertemu dengan saya” gumamnya dalam hati.
Usai bincang-bincang cukup, Habib Umar memberanikan diri bertanya, “Mbah, pannjenengan belum pernah bertemu saya, bagaimana pannjenengan tahu bahwa saya ini termasuk Sayyid”.
“Gandane ketawis, Bib! Jawab Kiai Syamsuri dengan singkat, jelas. (Aromanya terlihat jelas, Bib!) Jawaban ini membuat hati Habib Umar merinding.
Habib Umar mengibaratkan kisah tersebut dengan cerita Nabi Ya’qub saat berpisah dengan Nabi Yusuf, di mana Nabi Ya’qub mengenali baju yang diberikan kepadanya adalah milik Yusuf hanya melalui ciuman aroma baju yang dibawa saudara Nabi Yusuf ketika sudah mendekati rumah sang ayah.Hal ini mereka dapatkan karena kekuatan cinta di antara mereka.
Cerita ini disampaikan Habib Umar Al Muthohar saat menyampaikan mauidzoh hasanah di Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo dan diulang kembali saat pelacak Buku Biografi Jejak Kiai Syamsuri Dahlan sowan ke kediamannya di Semarang. [] (Mundzir)
Apakah ponpes Sirojuth Tholibin mepunyai email yang dapat dihubungi?
sirojuththolibin1941@gmail.com