Suatu hari Mbah diminta cucu untuk menemui temannya: Dhita dan Wulan. Katanya, mereka punya masalah yang mengganjal hati dan ingin ditanyakan kepada Mbah. Setelah basa basi mereka mulai bertanya.
CUCU: Mbah, Dhita mau tanya bagaimana cara menghilangkan dendam.
MBAH: Oh… itu sulit… sulit…sulit…
CUCU: (wah… ini lho kalau telat minum kopi mesti datang kumatnya…) Mbah… jawabnya koq begitu??!
MBAH: Memang sulit … tapi kau bisa membikinnya lebih mudah 🙂
CUCU: Ya … IYA mau bilang minta kopi aja muter ngomongnya.
DHITA: Gimana cara menghilangkan dendam Mbah?
MBAH: Kenapa sih mau dihilangkan?
DHITA: Ya bikin perasaan nggak enak Mbah …!
MBAH: Bikin kamu marah ya…? Kesel … kecewa … dendam … bikin hidupmu merana ya…?
DHITA: Benar Mbah.
MBAH: Kamu ingin sekali orang yang jahat kepadamu tadi dihukum Allah ya…? Kamu ingin orang tadi itu mendapat musibah biar kapok ya…?
DHITA: (malu-malu) ya kurang lebih seperti itulah Mbah.
MBAH: Tapi setelah sekian lama, apa hal itu terjadi?
DHITA: Belum Mbah.
MBAH: Karena belum terjadi maka kamu terus menunggu sampai orang tadi mendapat hukuman yang setimpal. Lalu bagaimana kalau hukuman tadi tidak kunjung datang apakah kamu berniat akan terus menyimpan perasaan tidak enak … perasaan marah tadi seumur hidupmu?
DHITA: (diam tertunduk…)
MBAH: Perasaan marah … dendam … kecewa … sedih …kesel … sumpek … itu letaknya di mana?
DHITA: Di hati Mbah.
MBAH: Sakitnya tu di sini ya…? Dhita, cucuku… kamu setuju tidak kalau Mbah katakan hati itu adalah milik kita yang paling berharga.
DHITA: Setuju Mbah.
MBAH: Kalau demikian harus diisi dengan perasaan yang berharga dong! Seperti apa misalnya?
DHITA: Ya perasaan senang… bahagia … cinta … setia … Apa lagi ya…?
MBAH: Perasaan puas … cukup … syukur … pasrah … tawakkal … semangat … ikhlas …iman … Ini semua perasaan-perasaan positif yang seharusnya menempati hati yang tadi kamu anggap milikmu yang paling berharga.
Dhita: ya Mbah.
MBAH: Kalau hatimu kamu penuhi dengan perasaan positif tadi, maka tempat yang dikuasai oleh perasaan negatif akan semakin mengecil. Semakin besar rasa syukurmu akan semakin kecil keluhanmu. Semakin besar rasa puas dan ridhomu, akan semakin kecukupan hidupmu. Semakin besar rasa senang dan bahagiamu, akan semakin kecil rasa sedih dan dukamu. Semakin besar rasa tawakkalmu, akan semakin ringan bebanmu. Semakin besar rasa ikhlasmu akan semakin kecil rasa kecewamu. Semakin besar sifat rahmatmu (kasih sayangmu) akan semakin besar rasa belas kasihmu dan semakin berkurang sifat kejammu. Semakin semangat hatimu, akan semakin muda dan kuat tubuhmu. Dan semakin besar imanmu akan semakin tegar dan tabah hatimu.
DHITA: Begitu Mbah ya…?
MBAH: Dhita, cucuku biarlah Allah mengambil peran dalam hidupmu.
DHITA: Maksudnya??!
MBAH: Mbah mau tanya… orang yang berbuat zhalim kira-kira bakal dihukum Allah tidak?
DHITA: Ya jelas Mbah… mereka bakal dihukum di akhirat nanti. Bahkan sebagian, dihukum di dunia.
MBAH: Nah… kalau kamu sudah tahu mereka bakal dihukum oleh Yang Maha Adil lalu mengapa kamu masih memusingkan diri memikirkan balasan setimpal untuk mereka? Koq membikin susah diri sendiri… heran Mbah!
DHITA: Jadi dobel dong penderitaan saya ya Mbah?
MBAH: Nah kamu sudah mulai mengerti. Kamu kalau baca riwayat orang-orang saleh, kamu pasti akan mendapati bahwa mereka seringkali dizhalimi. Tapi apakah hidup mereka susah… apakah mereka larut dalam kesedihan?
DHITA: Mereka menganggap itu ujian dari Allah ya Mbah? Mereka sadar bahwa yang mengizinkan hal itu terjadi adalah Allah juga ya Mbah.
MBAH: Wuih… Mbah senang kamu sekarang sudah mulai mengerti. Karena itu orang-orang saleh itu lalu bersabar dan menjadikan ujian itu sebagai sarana untuk memperoleh pahala yang besar… sarana untuk meraih kedudukan tinggi di sisi Allah. Sebagian bahkan merasa bersyukur karena keyakinan mereka akan hikmah besar yang bakal mereka raih. Pada akhirnya nanti mereka justru merasa kasihan kepada yang berbuat zhalim lalu memaafkan mereka demi meraih kedudukan yang JAUH lebih tinggi lagi yaitu kedudukan kaum muhsinin. Demikianlah orang-orang saleh… cita-cita mereka sangaaat tinggi. Orientasi mereka hanya ridha Allah. Apa-apa yang tidak mendatangkan ridha Allah kurang menarik bagi mereka.
DHITA: Kaum muhsinin itu seperti apa sih Mbah?
MBAH: Mereka adalah kaum yang lebih mulia dari orang-orang yang berbuat adil. Mereka adalah kaum yang membalas kejahatan dengan kebaikan. Mereka adalah kaum yang dicintai oleh Allah.
(hening sejenak… )
WULAN: Tadi cucu Mbah ninggalin pesan, dia mau ke luar sebentar.
MBAH: (kurang ajar… ngerjain Mbahnya. Kopi ditunggu dari tadi. Ntar pulang Mbah bales… eh kita tidak boleh mendendam ya… wah hampir saja Mbah melanggar ucapan sendiri. Ini cucu benar-benar nakal kaya Mbahnya dulu 🙂 )
(bersambung…)
Oleh : Eyang Husain
Bana cara bertaubat