Apakah Boleh Pernikahan Beda Agama? – Pernikahan adalah salah satu sunnah Nabi saw yang memiliki banyak manfaat. Namun, tidak semua orang bisa dinikahi oleh seorang Muslim. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam pernikahan, salah satunya adalah kesamaan agama. Bagaimana jika ada seorang Muslim yang jatuh cinta dengan orang yang berbeda agama? Apakah mereka bisa menikah secara syar’i?
Dalam Al-Qur’an, Allah swt telah memberikan kelonggaran bagi seorang Muslim laki-laki untuk menikah dengan perempuan merdeka yang termasuk ahli kitab, yaitu orang-orang yang beragama Yahudi atau Kristen. Hal ini karena mereka masih memiliki kesamaan dalam menyembah Allah swt dan mengakui kitab-kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Qur’an. Allah swt berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.” (QS. Al-Maidah: 5)
Namun, tidak semua perempuan yang mengaku beragama Yahudi atau Kristen bisa digolongkan sebagai ahli kitab. Menurut Imam Syafi’i, ahli kitab adalah orang-orang yang masih mengikuti ajaran asli dari Taurat dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Musa as dan Nabi Isa as. Adapun orang-orang yang baru masuk ke agama tersebut atau mengubah kitab-kitab tersebut, tidak bisa disebut sebagai ahli kitab. Imam Syafi’i berkata:
أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم
“Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahli kitab. Karena yang termasuk ahli kitab adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahli kitab.”
Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama selain Islam, seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan lain-lain, tidak bisa dianggap sebagai ahli kitab. Oleh karena itu, seorang Muslim laki-laki tidak boleh menikah dengan mereka. Hal ini karena mereka tidak mengakui keesaan Allah swt dan kenabian Muhammad saw. Allah swt berfirman:
وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
Adapun seorang Muslim perempuan, sama sekali tidak boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, baik ahli kitab maupun bukan. Hal ini karena pernikahan adalah ikatan yang sangat erat dan mempengaruhi keyakinan, akhlak, dan nasib seseorang. Seorang Muslim perempuan harus menjaga keimanan, kehormatan, dan keturunannya dari pengaruh negatif dari suami yang tidak beragama Islam. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ …
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman sebagai muhajirin, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Ayat ini menunjukkan bahwa perempuan Muslim yang hijrah dari negeri kafir tidak boleh dikembalikan kepada suami-suami mereka yang kafir. Hal ini menegaskan bahwa pernikahan antara perempuan Muslim dan laki-laki kafir tidak sah dan batal secara otomatis. Oleh karena itu, perempuan Muslim harus mencari suami yang beragama Islam.
Dengan demikian, hukum menikah dengan non-Muslim dalam Islam adalah sebagai berikut:
- Seorang Muslim laki-laki boleh menikah dengan perempuan merdeka ahli kitab, yaitu orang-orang yang beragama Yahudi atau Kristen yang masih mengikuti ajaran asli dari kitab-kitab mereka.
- Seorang Muslim laki-laki tidak boleh menikah dengan perempuan non-Muslim selain ahli kitab, seperti Hindu, Buddha, dan lain-lain, karena mereka tidak mengakui keesaan Allah swt dan kenabian Muhammad saw.
- Seorang Muslim perempuan tidak boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, baik ahli kitab maupun bukan, karena hal itu akan membahayakan keimanan, kehormatan, dan keturunannya.
Demikian penjelasan tentang hukum menikah dengan non-Muslim dalam Islam. Semoga bermanfaat.