Dalam kitab Nashoihul ‘Ibad, Imam Nawawi Al-Bantani menukil kisah inspiratif dari Syaqiq Al-Balkhy, seorang ulama besar yang pernah menjalani hidup sebagai anak orang kaya. Syaqiq muda pernah melakukan perjalanan bisnis ke daerah Turki. Di sana, ia masuk ke sebuah tempat peribadatan kaum penyembah berhala. Ia melihat seorang pelayan sedang mencukur habis rambut dan jenggotnya, kemudian dengan penuh kekhusyukan menyembah patung-patung.
Syaqiq pun bertanya, “Mengapa engkau menyembah berhala yang tak bisa memberi manfaat maupun mudarat? Tidakkah lebih baik menyembah Tuhan yang Maha Hidup, Maha Mengetahui, dan Maha Kuasa?”
Jawaban pelayan itu justru menjadi titik balik hidup Syaqiq. Si pelayan berkata, “Kalau benar Tuhanmu Maha Kuasa, mengapa engkau harus bersusah payah berdagang jauh-jauh ke sini untuk mencari rezeki? Bukankah Dia bisa memberimu rezeki tanpa harus meninggalkan kotamu?”
Jawaban itu menggetarkan hati Syaqiq. Ia pun sadar bahwa dirinya terlalu bergantung pada usaha dan lupa bahwa rezeki sejatinya datang dari Allah SWT. Sejak saat itu, ia memilih jalan zuhud—tidak bergantung pada dunia, tapi bersandar penuh pada Allah.
Kisah serupa terjadi ketika Syaqiq melihat seorang budak yang tampak tenang di tengah masa krisis dan kelaparan. Ia pun bertanya, “Mengapa engkau tidak terlihat gelisah seperti orang lain?”
Sang budak menjawab, “Saya punya majikan yang memiliki desa dengan segala kebutuhannya tersedia. Kenapa saya harus khawatir?”
Syaqiq pun merenung, “Jika seorang budak bisa setenang itu karena percaya pada majikannya, bukankah aku sebagai hamba Allah yang Maha Kaya seharusnya lebih tenang dalam menyikapi rezeki?”
Dari pengalamannya, Syaqiq menyimpulkan lima prinsip hidup yang sangat relevan untuk direnungkan:
- Sembahlah Allah sebanding dengan kebutuhanmu kepada-Nya.
Kita sangat bergantung kepada Allah dalam segala hal, maka sembahlah Dia sepenuh hati. - Mintalah kebaikan-Nya sebanding dengan harapanmu terhadap nikmat-Nya.
Jangan setengah hati dalam berdoa dan berharap. - Ambillah dunia secukup umurmu di dunia.
Dunia hanya tempat singgah sementara. Jangan habiskan seluruh tenaga hanya untuk mengejarnya. - Lakukanlah maksiat hanya sekuat kamu menanggung siksa-Nya.
Jika tak sanggup menahan azab-Nya, tinggalkan maksiat sekecil apapun. - Beramallah sesuai dengan lamanya kamu tinggal di alam kubur.
Karena kubur adalah awal kehidupan akhirat, maka bekalilah dirimu sebaik mungkin.
Syaqiq juga mengajarkan bahwa ada lima amalan yang bisa menjadi penolong di kehidupan setelah mati:
- Shalat Dhuha, penolong dalam menjaga diri dari maksiat.
- Shalat Malam, penerang alam kubur.
- Membaca Al-Qur’an, bekal untuk menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir.
- Puasa dan sedekah, penolong saat melewati shirath.
- Khalwat (menyepi), agar mendapat naungan Arsy di hari kiamat.
Di zaman penuh hiruk-pikuk ini, pesan-pesan dari Syaqiq Al-Balkhi seolah menjadi oase. Bahwa yang perlu kita kejar bukan hanya dunia yang memudar, melainkan akhirat yang abadi. Dan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada seberapa besar usaha kita, tapi seberapa dalam keyakinan kita kepada Sang Pemberi Rezeki.
Wallahu a’lam.
-Intisari pengajian kitab Nashoihul ‘ibad oleh bapak KH. Muhammad Shofy Al Mubarok pada Kamis Kliwon 8 Mei 2025/10 Dulkaidah 1446 H.
Sirojuth Tholibin Situs Resmi Ponpes Sirojuth Tholibin, Brabo.